Empatbatu nisan kuno yang diduga berasal dari abad antara 19 dan 20 yang ditemukan di kawasan pasar 16 Ilir Palembang, Sumatera Selatan. Hasil penelitian dari tim Arkelog Sumse mendapati bahwa empat batu nisan tersebut ditulis menggunakan huruf Aksara Arab sehingga diduga kuat empat nisan itu merupakan makam keluarga pasca Kesultanan Palembang, Selasa (18/1/2022).
Danau Tamblingan Foto dokumen pribadiSejuknya udara pegunungan jauh dari hiruk pikuk perkotaan, di sudut bumi yang masih menyimpan pesona keindahan alam yang memukau, terbentang sebuah keindahan alam yang menakjubkan. Aroma segar pegunungan dilengkapi dengan nyanyian burung yang merdu mengantarkan jiwa ke tempat yang penuh kedamaian. Sesaat aku pejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam, mensyukuri betapa beruntungnya aku masih bisa menikmati keindahan alam ciptaan-Nya. Sembari tersenyum aku mulai melangkahkan kaki mendekati suara air yang tertiup angin di antara pepohonan pegunungan yang menjulang tinggi. Indahnya pemandangan danau dengan dukungan cerahnya suasana pagi yang bersahabat membuat aku makin penasaran untuk lebih Tamblingan, permata tersembunyi yang menawarkan pengalaman alam yang tak terlupakan, mengungkapkan berbagai peninggalan sejarah yang masih menjadi perbincangan di kalangan peneliti arkeologi. Situs Tamblingan dikenal sebagai salah satu situs budaya megalitikum di Bali yang berasal dari masa Neolitikum di Kabupaten Buleleng, Pulau Bali, Indonesia. Tempat ini terkenal sebagai lokasi penemuan artefak-arkeologis yang berasal dari zaman megalitikum, yakni sekitar 3500 SM hingga 500 SM. Situs Tamblingan juga menjadi salah satu situs bersejarah di Bali yang cukup terkenal di kalangan wisatawan, karena di sana terdapat beberapa megalitikum yang masih utuh dan terjaga dengan baik. Di antara megalitikum yang dapat ditemukan di situs Tamblingan adalah punden berundak, tiang-tiang batu, dan meja terletak di wilayah utara pulau Bali, Indonesia. Lebih tepatnya, terletak di Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, memiliki sejarah peradaban yang kaya dan beragam. Tamblingan mencakup empat desa meliputi Desa Munduk, Desa Gobleg, Desa Gesing, dan Desa Uma Jero. Ke empat desa tersebut memiliki tinggalan arkeologi cukup padat yang tersebar di tengah-tengah hutan, di tepi danau, di sawah-sawah, di tengah-tengah perkebunan, di pura-pura, dan di tengah-tengah permukimanKerajaan Tamblingan diperintah oleh Wangsa Warmadewa yang berpusat di Singaraja. Pada masa pemerintahannya, kerajaan Tamblingan mencapai masa kejayaannya. Peradaban di wilayah ini berkembang pesat di bidang seni, budaya, dan agama. Peninggalan sejarah di wilayah Tamblingan masih dapat ditemukan hingga kini, seperti arca-arca Hindu-Buddha dan candi-candi yang tersebar di sekitar Danau Tamblingan. Selain itu, tradisi dan kepercayaan masyarakat juga masih terjaga dengan baik, seperti upacara-upacara adat yang wilayah Tamblingan telah bergeser menjadi daerah pariwisata yang terkenal dengan keindahan alamnya, seperti danau dan hutan yang asri. Namun, peradaban dan sejarahnya masih dapat dijumpai dan dijelajahi oleh wisatawan yang tertarik dengan budaya lokal tentang Desa Tamblingan KunaPrasasti memegang peranan penting sebagai sumber pengetahuan mengenai sejarah dan budaya. Prasasti merupakan naskah yang diukir atau ditulis pada benda padat seperti batu, logam, atau kayu sebagai bentuk catatan yang memuat keterangan tentang suatu peristiwa, atau konsep Tamblingan Pura Endek IV Foto Dokumentasi PribadiTelah dilakukan berbagai penelitian untuk membuktikan adanya kehidupan pada zaman prasejarah di Kawasan Tamblingan. Penelitian awal dilakukan karena adanya penemuan selembar prasasti Tamblingan oleh seorang petani bernama Pan Niki pada tahun 1987. Dari hasil pembacaan dapat diungkapkan bahwa prasasti tersebut dikeluarkan oleh Raja Bhatara Cri Parameswara pada tahun Caka 1306 1384 M, ditujukan kepada keluarga pande besi Tamblingan agar kembali dari tempat pengungsian, dan kepada Arya Cengceng Kenceng diperintahkan agar segera kembali ke Lo Gajah Gua Gajah, Suantika, 1988 3.Sebelumnya telah ditemukan pula prasasti yang memuat keterangan tentang Desa Tamblingan Kuno yang dikutip dari Suarbhawa Made, 2007, sebagai berikut Prasasti Gobleg Pura Batur A Callenfels, 1926 atau prasasti nomor 110 Goris 1954 dalam perkiraan berasal dari masa pemerintahan raja Sri Ugrasena 837-858 Saka memuat tentang penduduk Desa Tamblingan Satu Jumpung kelompok, yaitu jumpung wesnawa kelompok wesnawa.Prasasti Gobleg Pura Batur B Callenfels, 1926 atau prasasti nomor 1011 Gobleg,1954. Prasasti Gobleg berasal dari tahun Saka 971 – 999 pada masa pemerintahan raja Anak Wungsu. Menjelaskan tentang beberapa anugerah raja kepada penduduk Desa Tamblingan, berkenaan dengan pembebasan beberapa jenis pungutan pajak meliputi penduduk Desa Tamblingan dibebaskan dari pajak besi tankna pawisi. Disebutkan pula apabila ada penduduk desa yang mati tenggelam di dalam danau tidak perlu dilaporkan kepada raja dan tidak dikenakan dosa, memuat juga tentang kutukan bagi yang melanggar keputusan raja, serta batas-batas Desa Kerobokan atau lebih dikenal dengan prasasti Buyan Tamblingan yang menjelaskan terkait dengan anugerah raja terhadap penduduk Desa Buyan dan Tamblingan yang ada di tepi danau, serta masalah lalu lintas danau, adanya Ser Kahyangan yang bertugas sebagai pengawas terhadap bangunan suci kerajaan, selain itu disebutkan pula tentang batas-batas Gobleg Pura Batur C Callenfels, 1926 atau prasasti no 902 Goris,1954 dari tahun Saka 1320 yang isinya mirip dengan prasasti dari tahun Saka samping temuan berupa prasasti di sekitar Danau Tamblingan juga ditemukan benda-benda arkeologi yang dapat mengungkap berbagai aktivitas yang terjadi di wilayah Tamblingan pada masa Bali Benda-benda Arkeologi di sekitar Danau TamblinganBerdasarkan hasil temuan benda bersejarah sebelumnya, Peneliti Arkeologi Sejarah dan Prasejarah Badan Riset dan Inovasi Nasional BRIN, I Gusti Made Suarbhawa menjelaskan untuk mengungkap wilayah Tamblingan, ia bersama tim peneliti lainnya melakukan eskapasi kembali untuk menemukan lebih banyak benda-benda bersejarah lainnya. Dari hasil kerja tersebut mereka telah berhasil menemukan benda-benda arkeologi seperti kereweng hias terajala, manik-manik, fragmen beliung persegi masa prasejarah, palungan-palungan batu pendingin, batu ububan, batu landasan pukul, kerak-kerak logam, butiran-butiran logam, wadah lebur logam kowi, alat kait besi, arang dan beberapa hasil produksi seperti pisau, keris, tombak, kereweng, keramik struktur bangunan, uang kepeng masa klasik. Palung batu yang ditemukan di sekitar Danau Tamblingan Foto Buku Situs Tamblingan Dari hasil kerja tersebut telah berhasil ditemukan benda-benda arkeologi seperti kereweng hias terajala, manik-manik, fragmen beliung persegi masa prasejarah, palungan-palungan batu pendingin, batu ububan, batu landasan pukul, kerak-kerak logam, butiran-butiran logam, wadah lebur logam kowi, alat kait besi, arang dan beberapa hasil produksi seperti pisau, keris, tombak, kereweng, keramik struktur bangunan, uang kepeng masa klasik. Temuan Artefak di sekitar Danau Tamblingan Foto Dokumentasi Balar BaliTemuan tersebut sangat erat kaitannya dengan adanya sebuah kegiatan membuat logam atau keberadaan sebuah komunitas masa lampau yang memiliki profesi sebagai pande besi. Indikasinya dapat dilihat berupa adanya temuan palungan-palungan batu pendingin, batu ububan, batu landasan pukul, kerak-kerak logam, butiran-butiran logam, wadah lebur logam kowi, alat kait besi, arang dan beberapa hasil produksi seperti pisau, keris, dan temuan benda-benda tersebut diyakini kalau di daerah Tamblingan terjadi aktivitas pande besi. Keyakinan adanya kegiatan pande besi di lokasi tersebut diperkuat dari pembacaan prasasti Tamblingan 1384 M, yang menyebutkan keberadaan pande besi di tepian Danau Tamblingan Suantika, 1993, Suarbhawa, 2010. Hingga saat ini, Pura Dalem Tamblingan masih berdiri tegak dengan kokohnya. Pura ini dikenal karena adanya prapen yang merupakan ciri khas pande Bali, tempat di mana para pande membuat berbagai peralatan persenjataan seperti pisau, keris, dan senjata tajam lainnya. YulTerbarudisampaikan Ipin, pihaknya menemukan makam-makam yang diduga makam kuno. Saat itu, warga tengah membabat rumput ilalang di sekitar lokasi setempat dan tidak sengaja menemukan makam-makam itu. Secara keseluruhan ada 16 makam yang ditemukan. Baca juga: Koin Kuno Peninggalan Belanda Ditemukan di Bandung Barat, Segini Harganya Baku - Sekelompok nisan kuno di Azerbaijan mirip dengan nisan-nisan di Barus-Sumatera Utara dan Aceh Utara. Nah bagaimana hubungannya dengan masuknya Islam ke Nusantara?Diketahui bahwa masyarakat Islam Indonesia merupakan mayoritas di negerinya dan di dunia, namun sejarah masuk dan berkembangnya agama ini untuk pertama kali di wilayah Nusantara ini masih menjadi bahan perdebatan, demikian dipaparkan Dubes RI untuk Azerbaijan, Husnan Bey Fananie dalam keterangan tertulis yang diterima. Sampai kini, imbuh Dubes Husnan, belum ada kesepakatan di antara para sejarawan mengenai awal kedatangan Islam serta juga asal pembawa ajaran tersebut. Sementara ini teori-teori yang ada tentang masuknya Islam ke Nusantara atau kepulauan Indonesia, dapat dibagi menjadi dua kategori. Dua Teori Masuknya Islam ke NusantaraTeori pertama menyebutkan bahwa penyebaran agama Islam ke Indonesia telah terjadi pada abad ke-7 M, yang berarti hampir bersamaan dengan meluasnya kekuasaan daulah Islamiyyah di bawah kekuasaan Bani Umayyah 661-750 ke luar wilayah Jazirah Arab yang sekarang disebut sebagai "Timur-Tengah". Pendukung teori pertama ini antara lain WP Groeneveldt, TW Arnold, Syed Naquib Al-Attas, JC van Leur, HAMKA, dan Uka Tjandrasasmita. Sedangkan kategori teori kedua mengatakan bahwa penyebaran Islam ke wilayah kepulauan Indonesia baru terjadi pada abad ke-13 M. Pendukung dari kategori teori kedua ini antara lain C Snouck Hourgronje, RA Kern, JP Moquette, dan Haji Agus Salim. Artinya Islam menyebar ke Nusantara pada masa Bani Abasiyyah 750-1258 M menjadi penguasa di Timur Dubes Husnan, jika merunut pada kedua teori tersebut, Islam pada masa periode perkenalan dan penyebaran, datang dari wilayah Kaukasus, khususnya Azerbaijan yang saat itu masuk dalam wilayah Persia raya. "Hal ini menguatkan tentang gelombang kedatangan Islam di Indonesia, selain dari Jazirah Arab juga dari wilayah kaukasus, Azerbaijan yang dibawa oleh para kaum sufi Asia Tengah yg memang tempat berkembang pesatnya gerakan tareqat," kata Husnan di Teori KetigaDitambahkan peneliti dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia FIB UI yang juga pakar studi Persia, Bastian Zulyeno, PhD yang sedang melakukan pre-riset tentang nisan kuno di Azerbaijan dan masuknya Islam ke Nusantara, riset ini bisa jadi memunculkan teori ketiga. Foto Makam dan nisan kuno di Azerbaijan yang mirip dengan makam-nisan kuno di Barus-Sumut dan Aceh Utara-Aceh Dokumentasi Dubes RI untuk Azerbaijan Husnan Bey Fananie"Selama ini dikenal Islam masuk ke Indonesia pada Abad ke-14, dengan adanya penemuan ini, bisa jadi Islam masuk lebih awal pada Abad ke-11, seperti nisan yang kami temukan di Barus. Dari 2 teori itu, saya cenderung di tengah-tengahnya berdasarkan syair-syair yang ada di Barus, itu dari penyair Abad ke-10," urai dia. Foto Papan tingi Barus Dokumentasi Bastian ZulyenoSedangkan makam dan nisan kuno yang ditemukan di Kabupaten Aceh Utara pada 2014 lalu, yang didapati ada syair Persianya, bisa disimpulkan 'penghuni makam' itu semasa hidupnya adalah penyebar Islam di Indonesia dari kaum Tim Sedang melakukan pengukuran Nisan Anonim, di Desa Sera Jaman, Kecamatan Tanah Luas, Kab. Aceh Utara Dokumentasi Kemdikbud"Cluenya adalah penyebar Islam di Indonesia juga dari kaum sufi, itu tidak terbantahkan. Nah yang datang ke Indonesia itulah kaum sufi yang berasal dari Kaukasus-Asia Tengah-Persia, dan wilayah itu adalah Azerbaijan dan sekitarnya," demikian diuraikan Bastian. Husnan dan Bastian pun berharap jika penemuan awal ini dapat membuka riset lebih lanjut yang berkenaan dengan sejarah awal mulanya Islam datang ke Indonesia yang sampai hari ini masih bias informasinya. Khususnya hubungan antara Nusantara-Kaukasus, khususnya Azerbaijan. nwk/ams Berdasarkanbatu nisan kuno yang ditemukan di Indonesia diperkirakan agama Islam dibawa masuk oleh pedagang dari - 30062931 tjahmeritjan822 tjahmeritjan822 15.06.2020 Nisan batu nisan kuno yang ditemukan di Indonesia diperkirakan agama Islam dibawa masuk oleh pedagang dari Gujarat. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan Sultan Malik Al Berdasarkantemuannya, Upan mengatakan terdapat 11 makam berbatu nisan aksara Sunda dan Arab di TPU Dumuskad,. Ia mengira masih terdapat ratusan makam dengan batu nisan yang sama. Batunisan sandai Nisan Sandai adalah sebuah prasasti sejarah yang ditemukan di kecamatan Sandai, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.Prasasti ini bertarikh 127 Hijriah atau tepatnya 745 masehi. Perdebatan. Adanya penemuan prasasti batu nisan bertarikh 127 Hijriah atau tepatnya 745 masehi menjawab perdebatan panjang para ahli sejarah mengenai kedatangan Islam di Indonesia. .